Ardin Firanata : Uji Materi Pasal 11 UU Polri: “Persetujuan DPR Harus Berbasis Hukum, Bukan Kepentingan Politik”

UfukNews. Com, JAKARTA – Kuasa hukum pemohon Windu Wijaya, SH., MH., Ardin Firanata, S.H.,M.H. resmi mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait frasa “persetujuan DPR” dalam Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

” Pasal tersebut menyatakan: “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.” ungkap Ardin Firanata SH. MH, (22/9/2025).

Menurut Ardin Firanata yang merupakan kuasa hukum pemohon, praktik persetujuan DPR selama ini kerap dilakukan tanpa parameter hukum yang jelas. Hal itu, menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuka ruang negosiasi kepentingan politik dalam proses pengangkatan Kapolri.

 “Tanpa kejelasan parameter normatif, DPR RI bisa menolak calon Kapolri meski telah memenuhi syarat formal. Ini berbahaya bagi kepastian hukum dan berpotensi menjadikan persetujuan DPR RI sebagai hak veto politik, bukan fungsi pengawasan konstitusional,” tegas Ardin Firanata yang juga merupakan salah satu dosen Hukum Tata Negara Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.

Lanjutnya, Ardin Firanata, ini diperlukan parameter normatif. DPR RI, tetap harus menjalankan fungsi pengawasan, namun dalam koridor hukum yang jelas.

 “Persetujuan DPR seharusnya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif, misalnya terkait integritas, rekam jejak, netralitas, dan kepatuhan hukum calon. Tanpa parameter normatif, rakyat tidak dapat menilai apakah keputusan DPR RI benar-benar demi kepentingan negara atau sekadar tarik-menarik politik,” ulasnya.

Ardin Firanata kembali menjelaskan, permohonan uji materi ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan DPR, melainkan untuk memperkuat legitimasi dan akuntabilitas fungsi pengawasannya lembaga Perwakilan Rakyat tersebut.

“Kami meminta Mahkamah Konstitusi menafsirkan frasa ‘persetujuan DPR’ sebagai konstitusional bersyarat. Artinya, persetujuan hanya sah apabila calon Kapolri yang diajukan Presiden memenuhi persyaratan hukum yang bersifat kumulatif,” ulasnya.

Sambungnya, persyaratan tersebut mencakup integritas, kesehatan jasmani dan rohani, pengalaman jabatan perwira tinggi, serta bebas dari pelanggaran etik maupun pidana.

“Dengan tafsir Mahkamah Konstitusi, setiap calon Kapolri yang memenuhi syarat hukum tidak bisa ditolak hanya karena alasan politik. Tujuan akhirnya adalah memperkuat demokrasi, menjaga kebijakan DPR RI berbasis pada konstitusi atau undang-undang, dan memberikan kepastian hukum bagi rakyat,” tegas Ardin Firanata.

Ardin Firanata menambahkan, permohonan ini diajukan oleh Windu Wijaya, seorang advokat, dalam kapasitasnya sebagai pemohon, dengan harapan Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir yang jelas sehingga mekanisme pengangkatan Kapolri berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai prinsip negara hukum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *